Minggu, 08 April 2012

National Treasure 1..... Fransiskus Adven SN (D1810036)


NATIONAL TREASURE 1
Judul Film:National Treasure 1
GENRE : Aksi/Laga Petualangan
PEMAIN : Nicolas Cage, Jon Voight, Harvey Keitel, Ed Harris, Diane Kruger, Justin Bartha, Bruce Greenwood, Helen Mirren
SUTRADARA : Jon Turteltaub
PENULIS NASKAH : Cormac Wibberley, Marianne Wibberley
PRODUSER : Jerry Bruckheimer, Jon Turtletaub
RUMAH PRODUKSI : Walt Disney Pictures
DURASI : 135 Menit
KLASIFIKASI PENONTON : Segala Umur
TANGGAL RILIS : 21 Desember 2007 (Amerika
 
Film National Treasure besutan sutradara John Turteltaub ini bercerita tentang pencarian harta karun yang dilindungi dan tersembunyi selama berabad-abad hingga seorang peneliti modern menemukan serangkaian petunjuk yang rumit. Dibintangi Nicolas Cage film ini mencoba menyuguhkan tayangan cerita petualangan yang menarik.
            Nicolas Cage yang memerankan Franklin Gates, generasi ke delapan dari Gates untuk mengejar Knights Templar Treasure, harta yang tak ternilai yang telah dikumpulkan pada Abad ke11, dibawa ke Amerika oleh Freemasons dan disembunyikan oleh pengembara seperti Thomas Jefferson dan George Washington.
Satu-satunya petunjuk tentang dimana harta karun tersebut berada? Adalah sebuah catatan kumal yang dipercayakan pada nenek moyang Ben, sebuah FFF (friend of the Founding Fathers). Para leluhur Ben yang bernama Patrick Henry Gates dan John Adams Gates telah membuang-buang hidup mereka dengan perburuan harta karun tanpa hasil. Tetapi Ben, tak terhalangi oleh jejak keluarganya di lingkaran akademis dan yakin bisa bersikap lebih baik, berangkat dengan harapan atas hadiah dan penghormatan yang hebat untuk sepanjang sejarah bangsanya berangkatlah dia memulai petualangan dengan mitra tech-savvy-nya, Riley (Justin Bartha) dan dengan tujuan paling murni, dia mencoba mencuri Deklarasi kemerdekaan.
Sesudah beberapa hal yang meyakinkan, dihadirkan diantara Ben dan Riley seorang konsevator National Archives, Dr. Abigail Chase (Diane Kruger). Abigail Chase yang cantik berambut pirang dengan sikap posesif terhadap dokumen berharga yang dicuri oleh Ben mencoba merebut dokumen tersebut dan terlibat dalam petualangan memburu harta karun ini.
Ian Howe (Sean Bean) membiayai pencarian Ben untuk harta karun yang terdapat di Antartika itu, sampai sebuah petunjuk mengusulkan mungkin perlu untuk memulai pencarian lewat Deklarasi yang ditolak oleh Ben. Ian yang merupakan salah satu biliuner Inggris yang bisa memasang kru jagoan heist-meisters. Untuk itulah dia mencoba membunuh Ben dan rekannya Reilly.
Salah satu kesalahan kita sebagai suatu bangsa adalah lemahnya ingatan dan lalainya kita dalam melestarikan pustaka leluhur. La Galigo bukan hanya sebuah karya tulis. Dia adalah karya sastra monumental, dasar keperibadian dan tradisi masyarakat Bugis Makassar. Dan karya epik mitik yang panjangnya melebihi karya Mahabharata dan Ramayana tersebut mengembara ke dunia lain dan seperti kita tahu, kita sendiri berada di masa gelap dalam sejarah.
Menyaksikan akhir cerita film “National Treasure” tersebut, kuat dugaan saya bahwa cerita dalam film ini berhubungan dengan Ekspedisi Wilkes dari tahun 1838 – 1842 yang dilakukan di berbagai belahan dunia lainnya, dan salah satu harta karun terpendam tersebut adalah masa lalu orang Bugis Makassar, naskah La Galigo. Tulisan ini pada akhirnya mengungkap satu cerita tersendiri, merujuk kepada penjelasan Roger G Tol, mantan Kepala Perpustakaan KITLV Belanda tentang mengapa beberapa bagian dari Naskah La Galigo terpelihara dan tersimpan dengan rapi di Library of Congress, Washington, Amerika Serikat.
Diceritakan oleh Roger G Tol, Pada Februari 1842, rombongan Ekspedisi Wilkes tiba di Singapura dan disambut antara lain oleh Alfred North, kolektor naskah melayu dan bugis serta seorang Pendeta Amerika yang sedang bertugas di Singapura. Dari tangan Alfred North-lah, Wilkes memperoleh sejumlah naskah Melayu dan Bugis yang sangat langka dan ditulis dengan indah sekali, termasuk diantaranya naskah La Galigo.
Alfred North (1807 – 1869) sendiri selain sebagai pendeta, juga bekerja sebagai ahli cetak di Mission Press Singapura, sebuah kegiatan sampingan yang dijalaninya dari tahun 1834 – 1843. Di lingkungan Mission Press itu beberapa staf keturunan Asia menjadi teman kantor Alfred, antara lain Abdullah dan Husin bin Ismail. Mereka berdua bertugas menyalin naskah, membantu mencetak litograf, dan sesekali mengajar orang Inggris dan Amerika. Abdullah mengajar bahasa Melayu dan Husin mengajar bahasa Bugis. Menurut Roger, dari tangan kedua orang inilah, North mendapatkan naskah – naskah berbahasa Melayu dan Bugis, yang kemudian diserahkan kepada tim Ekspedisi Wilkes. (Kompas, 5 April 2002).
Koleksi naskah Bugis di Library of Congress pantas menjadi perhatian dan tujuan para peneliti, karena keunikan dan ketuaan naskahnya, ditulis sekitar tahun 1842. Di beberapa tempat terdapat naskah Bugis yang lebih tua, terutama di Inggris tetapi tidak banyak. Di Belanda kebanyakan naskah Bugis ditulis pada pertengahan Abad XIX ke atas. Sementara di negeri kelahirannya sendiri, kebanyakan naskah Bugis hanya berasal dari Abad XX. Yang tak kalah istimewanya, naskah La Galigo yang terdapat di Library of Congress adalah tempat penyalinannya. Naskah – naskah tersebut disalin di luar Sulawesi Selatan, sesuatu yang langka terjadi. Kemudian secara jelas merupakan suatu paket yang bersifat koheren, satu penyalin / penerjemah, satu kolektor, yang berhubungan instrinsik dengan naskah – naskah Melayu yang merupakan imbangan dari koleksi naskah nusantara di Library of Congress.

Kesalingterkaitan koleksi Melayu dan Bugis di Washington dan Cambridge (Harvard), menurut Roger G Tol, bisa dijelaskan dengan satu contoh saja. Apalagi dari 15 naskah Melayu di Washington, tak kurang dari 7 naskah disalin oleh Abdullah bin Abdul Kadir Munsyi. Di Washington juga terdapat sebuah naskah Hikayat Abdullah, yang disalin oleh Husin bin Ismail. Dan baru – baru ini ditemukan lagi sebuah naskah hikayat Abdullah di Cambridge (Harvard) yang juga disalin oleh Husin bin Ismail. Tak meragukan lagi, bahwa naskah – naskah Bugis di Library of Congress ditulis oleh Husin bin Ismail. Untuk membuktikan hal tersebut, menurut Roger tidak terlalu sulit, karena terdapat sejumlah helai lepas dengan catatan yang ditulis oleh Alfred North sendiri. Pada halaman terakhir dua naskah Melayu (LC Jawi 5 dan LC Jawi 9) terdapat sebuah kolofon yang menyatakan bahwa teks disalin oleh ”Alfaqi Husin bin Ismail”. Selanjutnya dalam naskah Hikayat Abdullah (LC Jawi 7), yang ditulisan tangannya sama dengan kedua naskah diatas, terdapat catatan North yang berbunyi, ”Salinan ini diambil langsung dari naskah otograf oleh Husin, seorang Bugis yang mahir menulis huruf Melayu”.
Jika kita berpaling ke naskah Bugis koleksi Library of Congress, dapat dilihat bahwa ke – 10 naskah tersebut pun disalin oleh satu orang, sebab tulisan tangannya sama. Satu naskah, yaitu Jilid VIII dengan jelas menyebut nama si penyalin dalam kolofon ”Guru La Useng Punna Uki”, artinya Guru Husin yang punya tulisan. Bahkan dalam Jilid IX mengandung 4 terjemahan dari Bahasa Melayu. Tiap terjemahan berakhir dengan sebuah kolofon yang menyebut Husin sebagai penerjemah sekaligus penyalin, ”Guru Useng Moki’ Engngi” (Ditulis oleh Guru Husin). ”Guru La Useng PunnaE Oki Sure’ Melayu Tipakkadadai Sure Ogi’, artinya ”Penulisan Terjemahan Ini dari Bahasa Melayu ke Bahasa Bugis dilakukan oleh Guru Husen”. Kemudian dalam beberapa naskah ditemukan catatan North yang menyebutkan bahwa naskah tersebut disalin oleh Husin, seorang Bugis terpelajar di Singapura” (Jilid X) atau cuma ”diterjemahkan oleh seorang Bugis di Singapura” (Jilid VIII). (Kompas, 5 April 2002).




Pendapat Saya :
Cerita dalam film ini adalah sebuah cerita yang sangat menarik untuk dilihat dan dalam film ini menceritakan tentang pencarian harta karun yang dilindungi dan tersembunyi selama berabad-abad hingga akhirnya seorang peneliti modern Franklin Gates (Nicolas Cage) menemukan serangkaian petunjuk yang rumit. Film ini sangat mendidik, karena dalam film ini memperlihatkan sosok seseorang yang berjuang dalam mencari sebuah harta karun. Dengan melihat film ini dan mencermati cerita ini, dapat memberikan motivasi kita untuk lebih bekerja keras, pantang menyerah dan tidak mudah putus asa dalam mengerjakan sesuatu hal. Salah satu kesalahan kita sebagai suatu bangsa adalah lemahnya ingatan dan lalainya kita dalam melestarikan pustaka leluhur.
Seharusnya perpustakaan pada sekarang ini seperti pada cerita di atas. Dimana perpustakaannya ditata dengan rapi yang memberikan kenyamanan bagi pengunjung, jumlah koleksi yang banyak, bahan pustaka yang masih tersimpan rapi. Dari hal itu dapat memberikan daya tarik yang lebih bagi para pengunjung untuk mengunjungi perpustakaan dan mempermudah para pengunjung untuk mendapatkan informasi dengan mudah dan cepat.

Sumber :

By : Fransiskus Adven SN(D1810036)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar